Sabtu, 27 April 2013

Love More

-->

            Pagi ini kutatap layar laptopku dengan penuh keraguan. Benar saja wajah itu, wajah yang tampak dilayar laptopku sepasang sejoli yang tampak bahagia mesti ada sesuatu yang ganjal didalam senyum mereka. Mungkin karena senyum kepalsuan yang terpaksa mereka pancarkan. Tanpa sadar aku membuka kenangan yang telah lama kupendam kenangan yang membuat gejolak dihatiku bangkit dengan sendirinya. Kenangan dimana awal kisah yang menyakitkan terjadi.
            “Mama. Bukankah ini hari libur?” Tanya seorang anak dengan polosnya.
            “Mama tidak mengerjakan pekerjaan hanya sedang melihat sesuatu.” Jawabku meyakinkan anak yang masih polos itu.
            Anak itu dia awal dari kebahagian dalam hidupku. Mesti selama ini kebahagian itu tidak sepenuhnya aku rasakan tapi aku tahu bahwa suatu saat nanti sudah saatnya aku benar-benar mengubur kenangan dalam hidupku, kenangan yang berharga tetapi justru menyakiti diriku sendiri.
            “Shera bolehkah mama memelukmu?”
            Shera pun menghampiriku dan memeluk erat tubuhku entah mengapa aku berdosa pada diriku sendiri. Dia shera anakku tercinta bahkan aku tidak pernah memberinya kasih sayang setulus hatiku padanya. Hingga kenangan 10tahun yang lalu kembali terngiang.
~”~”~
            Entah mengapa badanku sangat lemas sekali. Ayah dan ibuku terlihat cemas dengan keadaanku. Kutatap wajah mereka dengan segenap ragaku aku coba bangkit. Namun sebelum aku benar-benar bisa bangkit tubuhku terasa sakit.
            “Ibu.” Panggilku pelan.
            “Kamu istirahat saja.” Ucapnya hingga membuatku benar-benar merasa bersalah.
            “Apa aku bisa segera sembuh ibu?”
            “Tentu saja kamu pasti sembuh.” Ucap ibuku mesti aku tidak yakin sepenuhnya aku akan sembuh.
~”~”~
            Kondisi tubuhku kian hari kian bertambah parah aku tidak tahu kenapa tubuhku jadi seperti ini. Setiap kali aku bertanya pada ibu, ibu hanya menjawab bahwa aku baik-baik saja. Tapi entah mengapa aku merasa bahwa aku tidak benar baik-baik saja.
            Hingga malam ini aku kembali berbaring disalah satu kamar rumah sakit. Dimana aku membenci tempat ini.
            “Bagaimana kondisi anak saya?” Terdengar suara isakan ibu didekatku.
            “Tenang saja ibu anak anda baik-baik saja. Kita akan mengusahakan semaksimal mungkin.”
            Kubuka perlahan-lahan mataku ibu terlihat sedih melihatku yang berbaring lemas. Kutatap wajah ibu dengan senyuman aku yakin bahwa aku benar-benar baik-baik saja.
            “Ibu bagaimana kata dokter? Aku baik-baik saja kan?” Tanyaku kepada ibu.
            “Iya kamu baik-baik saja.”
            “Ayah dimana bu?” Tanyaku lirih.
            “Ayah menemani kakakmu. Kamu istirahat dulu ya.” Ucap ibu kemudian memelukku. Pelukan seorang ibu yang sangat hangat bagiku.
~”~”~
            Aku tertidur cukup lama ketika aku terbangun sudah berdiri sahabat-sahabatku dengan senyuman terpancar diwajah mereka.
            “Akhirnya kamu sadar teman.” Ucap Nata yang terlihat sedih.
            “Kalian. Seminggu gak masuk sekolah apa ada yang berubah disekolah?”
            “Yang berubah apa ya? Gak ada kok. Cepat sembuh ya kita tunggu kamu teman.” Nata memelukku dengan erat.
~”~”~
            Setelah hampir 1 minggu lebih aku berbaring lemas sekarang aku bisa kembali seperti biasanya disekolah yang aku rindukan ini. Pagi ini seperti biasa kulangkahkan kakiku menuju gerbang sekolah disana sudah berdiri sahabat-sahabat yang aku sayangi.
            “Hai teman. Wah aku terharu kalian menungguku pagi ini.” Ucapku bahagia.
            Kami berempat kemudian menuju gedung sekolah kami bersama-sama. Tiba-tiba saja jantungku berdetak begitu kencang. Ketika aku berbalik kulihat laki-laki itu. Laki-laki yang aku cintai saat ini. Tanpa senyum diwajahnya dan aku sadari bahwa aku tidaklah berharga untuknya.
            “Apa dia tidak menghubungimu seminggu ini.” Tanya Nata padaku yang membuatku terkejut.
            “Kamu bicara apa sich? Dia siapa sich. Aku ke kelas dulu ya.” Ucapku tak peduli pada Nata.
            Bohong kalau aku tidak peduli pada laki-laki itu. Bohong jika aku mengabaikan dia. Seminggu yang lalu bahkan dia tidak mengkhawatirkanku. Aku yang bodoh masih saja aku mencintainya padahal cintaku bertepuk sebelah tangan sejak dulu. Sejak aku memulai perasaan ini untuknya.
~”~”~
            Hari ini hari perpisahan dengan masa-masa yang paling membahagiakan dihidup ini. Hari ini aku akan berusaha melepaskan perasaanku pada laki-laki itu. Mulai kehidupan baru yang mungkin akan semakin sulit tapi aku akan tetap bertahan.
            “Putri, kamu yakin tidak mau mengucapkan perpisahan padanya.” Tanya Nata yang membuat hatiku ragu untuk berpisah dengannya.
            “Tidak. Aku yakin dia tidak pernah mengharapku.”
            Nata kemudian memelukku erat. Menangis didalam pelukanku. Dia memang sahabatku yang baik bahkan dia selalu tahu bahwa hatiku juga sedih. Aku bersyukur karena memilihnya sebagai sahabatku.
            Ketika aku ingin melangkah bayangan yang tidak ingin kulihat kembali menghantuiku dengan cepat aku berusaha semampuku untuk berpaling darinya tapi sebuah tangan mencoba meraihku.
            “Adi.”
            “Bodoh kenapa tidak mengucap perpisahan padaku? Kau pikir waktu 3 tahun kau hanya melihatku itu cukup? Bukankah kamu menyukaiku?” Ucapnya hingga aku merasa bahwa akulah yang paling bersalah padanya saat ini.
            “Selamat tinggal semoga kamu bisa meraih cita-citamu. Semangat.” Hanya kata itu yang bisa aku ucap untuk saat ini dan akhirnya aku pergi meninggalkan dia, laki-laki yang aku cintai.
~”~”~
            Waktu berjalan begitu cepat bahkan aku tidak pernah melihat wajahnya lagi setelah kejadian itu. Mungkin itu perpisahan yang terakhir yang sangat menyenangkan bagiku. 3 tahun berharga dengan perasaan yang berharga pula untuknya. Mesti sekarang aku sudah bisa mencintai laki-laki lain tapi perasaan cintaku padanya lebih besar dari perasaanku pada laki-laki yang akan menjadi bagian dari hidupku itu. Apakah aku wanita yang jahat? Entah mengapa hanya itu yang aku pikirkan sampai saat ini.
~”~”~
            “Mama itu foto siapa?” Tanya Shera dengan polosnya.
            “Foto teman mama.”
            “Apa mama menyukainya?”
            “Mama tidak menyukainya, mama kan menyukai papa.” Jawabku bohong.
~”~”~
            Sore ini aku berjalan menyusuri pusat pembelanjaan. Kutumpuk semua barang yang ingin kubeli dikeranjang belanjaku. Dengan Shera menemaniku.
            “Mama Shera capek.” Keluh Shera sejak tadi.
            “Bagaimana kalau kita beli es krim?” Tanyaku pada Shera dan Shera hanya membalas dengan anggukan.
            “Putri.” Panggil seseorang dibelakangku.
            Kubalikan tubuhku seorang laki-laki berdiri dihadapanku dengan wajah yang begitu aku kenali. Laki-laki yang masih aku cintai sampai saat ini.
            “Adi bagaimana kabarmu?” Tanyaku dengan senyum kepalsuan.
            “Baik. Bagaimana kabarmu? Ini anakmu?” Tanyanya balik.
            “Aku juga baik-baik saja. Iya. Kamu disini sendirian?”
            “Iya. Mana suamimu?”
            “Dia ada tugas kerja diluar kota.”
            “Mama ayo Shera udah capek.” Keluh Shera sekali lagi.
            “Maaf ya aku mau pergi dulu. Permisi.”
            Belum lama berlalu tiba-tiba sebuah tangan meraihku. Entah mengapa kejadian ini mengingatkanku pada perpisahan yang menyakitkan saat itu.
            “Bisakah kau menemaniku sebentar saja?” Ucap Adi membuatku sulit untuk melangkah. Tapi melihatnya kembali membuatku ragu memilih jalan hidup seperti ini.
            “Maaf aku harus pulang.” Ucapku pergi meninggalkan Adi seperti yang aku lakukan dulu. Tapi sekali lagi Adi hanya diam dan tidak mengejarku lagi.
~”~”~
            Aku mengurung diri didalam kamarku. Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan laki-laki yang bahkan ingin kubuang jauh dari hidupku entah mengapa aku tidak bisa melupakan laki-laki itu. Dia selalu menghantui kehidupanku tapi saat hari perpisahan itupun dia tak mengejarku dan berkata bahwa dia juga mencintaiku. Aku merasa benar-benar ada disebuah permainan dimana hatiku bercampur dengan benci dan sekaligusku cinta yang masih membekas untuknya.
            Kutatap langit malam ini, tanpa bintang satupun terlihat dilangit malam ini. Aku merasa dalam kegelapan yang sangat luas. Aku tak tahu apakah jalan yang kupilih ini benar? Aku mulai ragu akan kehidupan yang aku pilih ini.
            “Putri.” Panggil suara yang begitu aku kenal itu.
            “Reno kau sudah pulang?” Reno memeluk tubuhku dengan erat.
            “Shera mana?”
            “Sedang tidur. Bukankah seharusnya kau baru pulang besok?”
            “Tidak aku merindukanmu dan Shera jadi ingin pulang secepatnya. Kenapa wajahmu terlihat murung seperti itu?”
            “Tidak apa-apa. Aku lelah, bolehkah aku tidur?”
            “Iya tidurlah.”
~”~”~
            Hatiku masih dipenuhi keraguan aku bahkan tidak bisa berpikir jernih seperti biasanya. Siang ini Adi mengajakku untuk bertemu aku ingin menolaknya tetapi aku tak bisa menolak apapun yang diinginkan Adi.
            Disudut restoran terlihat Adi melihat kearahku. Kuhampiri dia dengan senyuman yang aku rasa itu senyum yang sangat terpaksa.
            “Ada yang ingin kau ucapkan padaku?” Tanyaku tanpa basa basi.
            “Seperti biasanya kau tidak pernah berubah. Apa kau masih mencintaiku?”
            Degh seketika hatiku berdetak begitu cepat. Pertanyaan dulu selalu ingin kudengar darinya tapi sekarang pertanyaan itu bahkan tak ingin kudengar lagi.
            “Tentu saja tidak aku sudah menikah.”
            “Kau orang yang tidak bisa berbohong.” Katanya penuh arti.
            “Apa yang kau inginkan dariku? Setelah sekian lama menghilang sekarang kau kembali dalam kehidupanku. Bukankah kau bilang bahwa kau tidak pernah mencintaiku? Lupakan. Waktuku sudah habis permisi.”
            Sekali lagi dia mencegahku untuk pergi. Memegang tanganku lebih erat dari waktu itu. Ingatanku kembali ke masa-masa yang bahkan ingin aku membuangnya.
            “Aku hanya ingin berkata bahwa aku juga mencintaimu sejak dulu.”
            “Maaf.” Ucapku kemudian aku pergi.
            Laki-laki itu apa yang dia pikirkan. Seharusnya kata-kata itu diucapnya sejak dulu kenapa baru sekarang dia mengucapnya. Bahkan ketika aku sudah memiliki kehidupan baru. Aku merasa bahwa aku benar-benar wanita yang jahat.
~”~”~
            Kutatap wajah Shera dalam-dalam. Gadis kecilku yang terlihat cantik. Apa aku seorang ibu yang jahat bahkan menelantarkan anaknya demi perasaan yang bahkan tidak pernah menghilang dalam hidupku.
            “Shera sudah tertidurkah?” Tanya Reno yang sejak tadi berdiri dibelakangku.
            “Sudah. Aku juga lelah ingin tidur.” Ucapku meninggalkan Reno begitu saja.
            Tiba-tiba saja Reno memelukku dari belakang.
            “Apa yang sedang kau pikirkan? Aku tahu bahwa Putri yang kukenal bukanlah wanita yang pemurung sepanjang harinya.”
            “Tidak ada apa-apa. Pekerjaanku banyak akhir-akhir ini.”
            “Aku tahu bahwa kau tidak bisa berbohong. Apa Adi menemui tadi siang?”
            Pertanyaan yang sulit untuk kujawab. Aku tidak mungkin berbohong lagi tapi aku juga tidak bisa untuk berkata jujur.
            “Apa kamu masih mencintainya?” Tanya Reno pertanyaan yang sama dengan pertanyaan Adi tadi siang.
            “Tidak, aku sudah melupakannya. Orang yang aku cintai adalah kamu.”
            Reno memelukku erat, aku sadar bahwa dihadapanku ada orang yang lebih tulus mencintaiku. Bahkan dia rela menahan perasaannya ketika tersadar bahwa aku tidak sepenuhnya mencintainya.
            “Aku beruntung karena memilihmu. Terima kasih kamu mau mencintaiku sepenuh hati.”
            “Apa kamu mau mencintaiku sepenuh hati?” Tanya Reno padaku. Aku hanya terdiam dan menangis dipelukannya.
~”~”~
            Pagi ini kutatap langit yang baru saja menampakkan cahayanya. Aku berjalan menyusuri komplek perumahan mencari sesuatu yang harus aku hapus didunia ini.
            “Adi.” Panggilku lirih.
            “Apa kamu ingin berkata bahwa kau juga mencintaiku?” Ucapnya.
            Seketika sebuah tamparan melayang dipipinya. Adi hanya membalas dengan senyuman.
            “Maaf, aku sadar aku memang mencintaimu tapi itu dulu. Pernahkah kamu bayangkan 3 tahun dalam hidupku hanya dipenuhi denganmu. Bahkan kamu selalu memberiku kebaikan yang bahkan itu semua membuatku selalu berharap bahwa kau benar-benar mencintaiku. Setelah sekian lama aku sadar bahwa kebaikanmu hanya ilusi karena kau kasihan padaku. Aku tahu memang aku yang salah karena terlalu mencintaimu. Aku memang bodoh tapi sekarang aku sadar bahwa yang salah bukanlah dirimu tapi aku yang terlalu mengharapmu. Mulai sekarang aku akan mencoba untuk menghapus semua kenangan tentangmu. Setidaknya terima kasih karena kau juga mencintaiku mesti kata yang kau ucap itu terlambat. Tapi maaf cinta kita tidak bisa bersatu. Selamat tinggal.”
            Sebelum aku benar-benar pergi Adi meraih tanganku. Untuk sekian kalinya aku baru bisa menolaknya saat ini.
            “Maafkan aku karena terlambat menyadari perasaanku padamu. Semoga kau bahagia. Terima kasih karena pernah mencintaiku dengan sepenuh hatimu.” Ucapnya kemudian aku pergi meninggalkannya.
~”~”~
            Sekarang aku benar-benar bisa melepasmu. Mengganti tempatmu dengan orang lain yang benar-benar tulus mencintaiku. Mestipun awalnya orang yang kucintai adalah dirimu tapi aku percaya bahwa cintaku padamu akan menghilang seiring dengan hembusan angin. Seiring dengan langkah kehidupanku aku yakin cinta dari orang yang sepenuh hati mencintaiku telah mengalahkan cintaku padamu. Aku merasa bahagia sekarang mesti tidak denganmu tapi aku yakin kebahagianku sekarang jauh lebih indah daripada kebahagianku ketika kau membalas cintaku.
            “Terima kasih.” Ucapku pada Reno yang berdiri dihadapanku.
            “Aku juga berterima kasih karena telah memilihku. Maaf jika aku tidak bisa seperti yang kau harapkan.” Balas Reno dengan pelukan hangat darinya.
            “Tidak, kamu sudah menjadi laki-laki yang baik untukku.”

---END---

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Bagus :)
Tapi aku kesulitan membayangkan sosok Reno :O

Unknown mengatakan...

haha...
aku dhwe ae yo gak iso membayangkan sosoke og...
entahlah setidaknya dia sosok yang setia dan sabar... kui penggambaran tokoh sing tak gawe...

Posting Komentar